Rabu, 11 Januari 2012

Eksekusi terhadap Benda Obyek Pejanjian Fidusia dengan Akte dibawah Tangan

DINAMIKA BANGSA ,MALANG
Perjanjia fidusia adalah perjanjian hutang piutang kreditor kepada debitur yang melibatkan penjaminan
dan Jaminan tersebut kedudukanya masih dalam penguasaan pemilik jaminan.Untuk menjamin kepastiaan
hukum bagi kreditur,maka dibuat akta yang dibuat oleh notaris dan kemudian didaftarkan kekantor Pendaftaran Fidusia.Yang nantinya kreditur akan mendapat sertifikat jaminan fidusia.Dengan demikian  telah memiliki kekuatan hak eksekutorial langsung apabila debitur melakukan pelanggaran perjanjian fidusial kepada kreditur (parate eksekusi),sesuai UU No.42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Lalu pertanyaanya adalah bagaimana dengan perjanjian fidusia yang tidak dibuatkan akta notaris dan didaftarkan dikantor Fidusia alias akt dibawah tangan ....? Pengertian akte dibawah tangan adalah sebuah akta yang dibuat antara pihak pihak yang dimana pembuatanya tidak dihadapan pejabat pembuat akta yang sah,yang ditetapkan oleh Undang Undang (notaris,PPAT,dll)
Akta dibawah tanah bukanlah akta ontentik yang memiliki nilai pembuktian yang sempurna.Sebaliknya,akta otentik adalah akta yang dibuat oleh atau di depan pejabat yang ditunjuk oleh Undang Undang dan yang memiliki nilai pembuktian sempurna.Untuk akta yang dilakukan dibawah
tangan biasanya harus di otentikan ulang oleh para pihak jika akan dijadikan alat bukti yang sah,misalnya dalam pengadilan.Saat ini banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank umum maupun bank perkreditan) menyelenggarakan pembiayaan bagi konsemen (consumer finance),sewa guna usaha (leasing),anjak piutang (factoring).Mereka pada umumnya mengaunakan tata cara yang mengikutkan adanya jaminan fidusia bagi objek benda jaminan fidusial.
Prakteknya,lembaga pembiayaan menyediakan barang bergerak yang diminta oleh konsumen (semisal motor atau mesin industri).Kemudian diatasnamakan konsumen sebgai debitur (penerima kredit atau pinjaman).Konsekwensinya,debitur menyerahkan kepada kreditur (pemberi kredit) dengan secara fidusia.Artinya,debitur sebgai pemilik atasnama barang menjadi pemberi fidusia kepada kreditur yang dalam posisinya sebagai penerima fidusia.Praktek sederhana dalam jainan fidusia adalah pihak yag mempunyai barang mengajukan pembiayaan kepada kreditur,lalu kedua belah pihak sama sam sepakat menggunakan jamianan fidusia terhadap benda milik debitur dan dibuatkan akta notaris lalu diaftarkan di kantor fidusia.Kreditur sebagai penerima fidusia akan mendapat sertifikat fidusia,dan salinanya diberikan
kepada debitur.Dengan mendapat jaminan sertifikat fidusia maka kreditur/penerima fidusia serta merta mempunyai hak ekskusi langsung (parate eksekusi),seperti terjadi dalam pinjam meminjam dalam perbankan.kekuatan hukum sertifikat tersebut sama dengan keputusan pengadilan yang sudah mempunyai hukum yang tetap.             
Fakta dilapangan menunjukan,lembaga pembiayaan dalam melakukan perjanjian pembiayaan mencantumkan kata kata dijamin secara fidusia.akan tetapi ironisnya,tidak dibuat dalam akta notaris dan tidak didaftarkan dikantor pendaftaran fidusia untuk mendapat serifikat.Akta semacam itu dapat disebut akta jaminan fidusia dibawah tangan.Jika penerima fidusia mengalami kesulitan dilapangan,maka ia dapat meminta pengadilan setempat melalui juru sita membuat surat penetapan permohonan bantuan pengamanam ekskusi.Bantuan pengamanan ekskusi ini bisa ditujukan kapada aparat kepolisian,pamong praja,dan pamong desa/kelurahan,dimana benda objek jaminan fidusi berada.Dengan demikian,bahwa pembuatan sertifikat jaminan fidusia melindungi penerima fidusia jika pemberi fidusia gagal memenuhi kewajiban,sebagaimana tertuang dalam perjanjian kedua belah pihak.
AKIBAT HUKUM
Jaminan fidusia yang tidak dibuatkan sertifikat fidusia,akan menimbulkan akibat hukum yang komplek dan sangat beresiko.Kreditur bisa melakukan hak eksekusinya karena dianggap sepihak dan dapat menimbulkan ke sewenang wenangan dari kreditur,dan bisa saja karena mengingat pembiayaan atas barang objek fidusia biasanya tidak full sesuai dengan nilai barang,atau debitur sudah melaksanakan sebagaian kwajiban dari perjanjian yang dilakukan,sehingga dapat dikatakan bahwa dia atas barang tersebut berdiri hak sebagaian milik debitur dan sebagai milik kreditur.Apabila jika eksekusi tersebut tidak melalui badan penilai harga yang resmi atau badan pelelangan umum,maka tindakan tersebut dapat dikategorikan perbuatan yang melawan hukum (PMH) hal ini sesuai yang diatur dalam pasal 1365 Kitab Undang Undang Hukum Perdata dan dapat digugat ganti rugi.
Dalam konsepsi hukum Pidana,bahwa eksekusi objek fidusia dibawah tangan masuk dalam tindak Pidana pasal 368 KUHPidana,jika kreditur melakukan pemaksaan dan ancaman perampasan.dalam pasal ini menyebutkan :
    1.Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara mela
       wan hukum,memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk membe-
       rikan barang sesuatu,yang seluruhnya atau sebagain adalah kepunyaan orang itu atau ora-
       ng lain atau supaya membuat hutang atau menhgapuskan hutang,diancam karena pemeras-
       an dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan.
    2.Ketentuan pasal 365 ayat kedua,ketiga dan ke empat berlaku bagi kejahatan ini.
 
Situasi ini dapat terjadi jika kreditur dalam melakukan eksekusi melakukan pemaksaan   dan
mengambil barang secara sepihak,padahal diketahui dalam barang tersebut sebagaian atau seluruhnya  -
milik orang lain.Walaupun juga diketahui bahwa sebagaian barang tersebut adalah milik kreditur yang mau mengeksekusi,tetapi tidak didaftarkan di kantor fidusia.Bahkan,pengenaan pasal pasal laindapat terjadi.Mengingat,bahwa dimana mana eksekusi merupakan hal yang mudah.agar semua berjalan dengan baik  untuk itu butuh jaminan hukum dan dukungan aparat hukum secara legal.Inilah urgensi perlindungan hukum yang seimbang antara kreditur dan debitur.Dan apabila debitur mengalihkan benda
objek fidusia yang dilakukan dibawah tangan kepada pihak lain,hal ini tidak dapat dijerat dengan Undang Undang No.42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia.Karena tidak sah atau legalnya perjanjian jaminan fidusia yang dibuat,mungkin saja debitur yang mengalihkan barang objek jaminan fidusia dilaporkan atas tuduhan penggelapan sesuai dengan Pasal 372 KUHPidana yang menandaskan :
          "Barangsiapa dengan sengaja  dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang
            seluruhnya atau sebagaian adalah kepunyaan orang lain,tetapi yang ada dalam -
            kekuasaanya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan,dengan Pida
            na penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan-
            ratus rupiyah".
 
Oleh kreditur, tetapi ini juga bisa jadi blunder,karena bisa saling melaporkan.karena sebagaian dari barang tersebut menjadi milik berduanya.Baik kreditur dan debitur,dibutuhkan putusan Perdata oleh
pengadilan Negeri setempat untuk menduduki porsi masing masing atas kepemilikan barang tersebut
untuk kdua belah pihak,dan jika hal ini ditempuh,maka akan terjadi proses hukum yang panjang,melelahkan dan akan menghabiskan biaya yang tidak sedikit,akibatnya margin yang hendak dicapai perusahaan tidak terealisir,bahkan mungkin tidak merugi,teramasuk rugi waktu dan pemikiran.
Lembaga pembiayaan yang tidak mendaftarkan jaminan fidusia sebenarnya akan rugi sendiri
karena tidak mempunyai hak eksekutorial yang legal.Problem bisnis yang membutuhkan kecepatan dan costomer service yang prima,selalu tidak sejalan dengan logika hukum yang ada.Mungkin karena kekosongan hukum atau hukum yang tidak selalu secepat perkembangan zaman.Bayangkan .jaminan fidusia harus dibuat dihadapan notaris dan sementara lembaga pembiayaan melakukan perjanjian dan trsnsaksi fidusia dilapangan dengan dalam waktu yang relatif cepat dan singkat.Saat ini banyak lembaga pemiayaan yang melakukan eksekusi pada objek barang yang dibebani jaminan fidusia yang tidak terdaftarkan.Bisa bersam remedial, rof coll,atau remove karena selama ini perusahaan pembiayaan merasa tndakan yang dijalankan oleh perusahaan lancar dan aman aman saja.
Menurut penulis, hal ini terjadi karena masih lemahnya daya tawar nasabah terhadap kreditur sebagai pemilik dana.dan di tambah lagi dengan adanya penetahuan hukum di masyarakat masih rendah
oleh karena itu kelemahan tersebut dimanfaatkan oleh pelaku bisnis industri keuangan,kususnya di sektor lembaga keuangan atau bank dan pembiayaan(leasing) yang menjalankan praktek fidusia dengan akta dibawah tangan.Penulis juga mengkwatirkan adanya dugaan pengemplangan pendapatan negara non pajak sesuai dengan UU No 20 tahun 1997 tentang pendapatan negara non pajak,karena jutaan pembiayaan (konsumsi,manufaktur,dan industri) dengan jaminan fidusia yang tidak terdaftar yang pada akhirnya mempunyai potensi besar merugikan keuangan pendapatan negara dari non pajak tersebut.(slm)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar