Rabu, 04 Januari 2012

ALAT UKUR WARTAWAN BUKAN KARTU PERS

Alat ukur wartawan adalah, dari karya
Jurnalistik bukan kartu persnya, sebab saat ini ada (4)empat golongan wartawan yaitu, wartawan professional yang menolak amplop, wartawan yang menerima amplop, wartawan yang memperalat pers bertujuan memperoleh uang, wartawan gadungan yang mengejar amplop.
“Menegakan Peofesionalisme Pers: memberantas penyalagunaan Profesi Wartawan“ Dewan Pers banyak menerima pengaduan menyangkut praktek “Wartawan Gadungan” yang menyalagunakan kebebasan pers untuk memeras.Praktek semacam ini menjadi wewenang kepolisian untuk menindaknya, sebab Dewan Pers hanya ditugaskan oleh  UU  No. 40 /1999 tetang Pers untuk penegakan kode etik, sementara pemerasan merupakan tindakan criminal. Wartawan professional harus melakukan kegiatan jurnalistik secara teratur meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengola, dan menyampaikan informasi atau yang bisa disingkat 6 M.
Syarat lainnya karya jurnalistik wartawan dimuat di media yang teratur terbit atau siaran. Kalau wartawan tidak melakukan kegiatan 6 M ini, dan liputannya tidak di muat di media yang teratur terbit maka artinya ia wartawan jadi-jadian. Untuk mengatasi wartawan gadungan, seyogyanya masyarakat berhenti menyediakan amplop bagi wartawan, cara yang paling efektif untuk menghentikan budaya wartawan amplop ialah, pejabat, politisi, dan pengusaha berhenti memberi amplop.
Saat ini diperlukan kerja sama Dewan Pers yang akan menjadi pilihan pertama bagi masyarakat untuk mengadu jika terjadi pelanggaran kode etik dalam katagori “berat” serta penyalagunaanprofesi wartawa yang membawa kosekwensi hokum.
Apakah UU tentang Pers atau KUHP yang diperupaya meningkatkan profesionalisme dan pemberantasan penyalagunaan profesi wartawan.  ( Hendra )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar